Minggu, 01 Juni 2014

Kepemimpinan: Ir. Soekarno

Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang leadership dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara  berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin.

Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.

Pengertian Kepemimpinan 

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.

Ir. Soekarno
Dr.(HC) Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia
Kepemimpinan Soekarno
A. Karir Kepemimpinan Soekarno
Soekarno memulai karirnya sebagai pemimpin organisasi pada usia 26 tahun,tepatnya 14 Juli 1927. Pada saat itu beliau memimpin sebuah partai politik yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mempunyai arah perjuangan kemerdekaan bagiIndonesia. Hal ini mengakibatkan para pimpinan PNI termasuk Soekarno ditangkap dandiadili oleh pemerintahan kolonial Belanda. Tetapi pada saat di dalam proses pengadilan Soekarno malah menyampaikan pandangan politiknya mengenai gugatannya terhadap pemerintahan yang terkenal dengan Indonesia menggugat. Sikap Soekarno sebagai pemimpin bangsa pada saat itu sangat menekankan pentingnya persatuan dalam nasionalisme, kemandirian sebagai sebuah bangsa dan anti pejajahan. Hal ini tercermin di dalam pidato-pidato beliau dalam menggelorakansemangat revolusi secara besaran-besaran untuk lepas dari belenggu imperialisme.Akhirnya Soekarno berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri diatas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnyadalam kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belumsampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkanketergantungan dan ketidakberdayaan (neokolonialisme).Sikap tersebut mengakibatkan Belanda membubarkan organisasi PNI sehinggaSoekarno dan teman seperjuangannya bergabung dengan Partindo pada bulan Juni tahun1930. Setelah melalui perjuangan yang panjang bahkan beliau pernah dipenjara kembalioleh Belanda namun tidak menyurutkan langkah perjuangannya. Pada akhirnya, padatanggal 17 Agustus 1945 Soekarno bersama Muhammad Hatta berhasilmemproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia menandai berdirinya negara yang berdaulat. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, danAmerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok. Setelah pemerintahan berjalan di tangan bangsa Indonesia, Soekarno memimpin pemerintahan dan mengalami berbagai fase dalam pemerintahannya. Fase pertama pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner, serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Soekarno tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Pemerintahan Sjahrir dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden. Kepemimpinan Soekarno terus menerus berada di bawah tekanan militer Belanda yang ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata, dan persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut politik. Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Soekarnomembiarkan pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua anggota DPR (DPRGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945. Demi kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi barumenggantikan UUD 1945, Soekarno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan pada saat itu. Pemilu tersebut menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI. Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara marathon selamalima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru. Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Soekarno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkanBadan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi kacau. Pada fase kedua kepemimpinannya, 1959-1967, Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional,Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Diamenggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM. Namun di tengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda.Tahun 1964-1965, Soekarno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didukung Inggris. Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Soekarno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi chaos di seluruh negeri dan menyebabkan kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali. Menyadari kondisi tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selakuPanglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugasmengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukanSoeharto, sejalan dengan tuntutan rakyat ketika itu, membubarkan PKI. Soekarno,setelah tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggungjawaban di dalam sidangistimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawabannya ditolak. Kemudian Soeharto diangkat selaku Pejabat Presiden dan dikukuhkan oleh MPRS menjadiPresiden RI yang Kedua, Maret 1968.
B. Gaya Kepemimpinan Soekarno
Melihat bagaimana seorang Soekarno memimpin di dalam sebuah organisasi maupun pemerintahan, menunjukkan perannya yang sentral sebagai seorang pemimpinsejati, sebagai seorang inspirator, idealis dan sebagai simbol perjuangan rakyat dalammenegakkan negara yang berdaulat yang dapat dijadikan sebagai panutan. Akan tetapi,ia akhirnya dijadikan kambing hitam atas peristiwa yang mengakibatkan kekacauan politik di masa akhir kepemimpinannya. Dan gaya yang diterapkannya jelas menunjukkan bahwa Soekarno merupakan tipe pemimpin yang demokratis dengan mengedepankan semangat persatuan di atas kepentingan golongan, kelompok, ras, suku,agama tertentu akan tetapi juga ada yang menilainya sebagai pemimpin yang bertipe otoriter karena terkesan memaksakan kebijakan pemerintahannya kepada lembaga legislatif pada saat itu. Sebagai seorang pemimpin sejati soekarno mampu membawa arah perjuangan tetap konsisten meskipun banyaknya rintangan yang dihadapinya. Dapat dijadikan contoh ketika beliau berkali-kali dipenjara oleh pemerintahan kolonial, beliau tetap tegar bahkan semakin lantang dalam menentang penjajahan sampai memperoleh kemerdekaannya. Dalam hal sebagai inspirator atau seorang idealis Soekarno dapat menunjukkan prestasinya melalui rumusan Pancasila yang menjadi dasar negara hingga sekarang disamping pemikiran-pemikiran yang lain seperti Marhaenisme, kemandirian untuk hidup di atas kaki sendiri, nasionalisme persatuan di atas perbedaan yang ada di dalam negara dan satu idealisme yang kontroversial mengenai konsep NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis) demi tercapainya persatuan bangsa mencapai eksistensinya di dalam mempertahankan kemerdekaan. Sebagai pemimpin yang idealis, Soekarno tidak mudah terpengaruh dengan keadaan bangsa ketika dihadapkan pada situasi yang sedang gawat. Beliau tetap berada untuk berada di atas prinsipnya sendiri dan menghindari campur tangan asing. Idealis seperti ini tercermin dengan seringnya pergantian sistem pemerintahan demi mengatasi masalah di dalam keadaan yang berbeda-beda. Bahkan idealismenya terlihat agak otoriter karena harus memaksakan keputusannya dalam mengatasi krisis dengan dekrit presiden, dan mengangkat dirinya menjadi presiden seumur hidup misalnya. Pada masa perjuangan menegakkan kedaulatan bangsa, Soekarno layak disebut sebagai simbol perjuangan karena pada saat itu beliau mampu tampil sebagai diplomat dan orator yang mampu mengobarkan semangat perjuangan rakyat. Keberanian beliau terlihat ketika menyuarakan secara berapi-api tentang revolusi nasional, antineokolonialisme dan imperialisme. Dan juga kepercayaannya terhadap kekuatan massa,kekuatan rakyat. Beliau adalah seorang pemimpin yang rendah hati disamping sebagai seorang pemberani. Sifat ini dapat dilihat dari dalam karyanya ‘Menggali Api Pancasila’. Beliau berkata “Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat,” Maka pantas apabila beliau dijadikan simbol perjuangan rakyat karena ketulusannya demi dan untuk rakyatnya.
Pada akhirnya, Soekarno tetaplah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahaan yang harus beliau bayar dengan melepaskan jabatannya sebagi Presiden Republik Indonesia yang pertama. Pada akhir jabatannya beliau dianggap bersalahdengan terjadinya tragedi G 30 S PKI yang mengakibatkan beliau harus menjadi kambing hitam (as scapegoat) atas terjadinya peristiwa itu dan harus turun tahta dari pemimpin bangsa setelah beliau berhasil mengawalinya.
Sumber:

100 Tokoh yang Mengubah Indonesia
. 2005. Aning, Floriberta. Yogyakarta: Narasi

Psikologi Sosial
.1978. Walgito, Bimo. Yogyakarta: Andi Offset


Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek
. 1988. Sjamsuddin, Nazaruddin. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

www.tokohindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar